Sabtu, 25 September 2010
- Kemarin sempat ada berita kalau sebuah rumah di Jakarta hancur karena
diterjang meteor. Yang mengesankan dari berita ini bagi saya justru
adalah judulnya
.
.
Di
televisi tertulis: yang jatuh di Jakarta adalah Yupiter. Entah ini salah
ketik atau yang mengetiknya tidak mengerti, tapi hal tersebut bagi saya
mencerminkan betapa awamnya kita dengan sains.
Yupiter
adalah sebuah planet raksasa, jauh lebih besar dari Bumi. Karenanya
mustahil bagi Yupiter untuk jatuh di bumi, sama halnya mustahilnya
memasukkan gajah kedalam telur ayam. Anyway, Saya tertarik untuk
mempelajari fisika dibalik peristiwa tersebut. Dan untungnya pengetahuan
kita mengenai hantaman meteor secara kuantitatif cukup dalam, sehingga
saya bisa memperoleh beberapa paper ilmiah yang menjelaskannya secara
sangat mendalam.
Benda luar angkasa yang menghantam Bumi bisa berbentuk komet
(bola es), asteroid (batu raksasa) atau meteor (batu kecil). Pembahasan
berikut berlaku pada ketiganya namun meteor akan dipakai sebagai
wakilnya, karena ia yang paling sering masuk ke Bumi.
Masuk ke Atmosfer Bumi
Tumbukan
benda luar angkasa (meteor, asteroid, komet) ke Bumi jelas di awali
dengan masuknya benda tersebut ke atmosfer atas. Saat masuk,
kecepatannya berada antara 11 hingga 72 kilometer per detik. Sudut
masuknya juga beragam. Mulai dari samping (menyenggol) atau tegak lurus
(menusuk) Bumi. Yang paling mungkin adalah sudut tumbuk 45 derajat.
Tercelupnya
meteor ke dalam atmosfer akan memperlambat gerakannya. Benda yang kecil
akan sepenuhnya hancur karena gesekan dengan atmosfer sehingga tidak
dapat menginjak tanah. Benda yang cukup besar akan mampu menerobos
hingga menghantam permukaan Bumi dan menghasilkan kawah besar disertai
beberapa proses yang mempengaruhi lingkungan lokal, regional bahkan
global.
Pengaruh lingkungan yang
dihasilkan tumbukan terkait erat dengan Energi dari meteor tersebut. Dan
kita telah belajar di SMP kalau Energi ini tentulah energi kinetik dan
karenanya tergantung pada kecepatan dan massa dari meteor tersebut. Bila
meteor tersebut bulat, maka massa tergantung pada kepadatannya dan
ukuran diameternya. Semakin cepat dan semakin besar meteor tersebut
akibatnya energinya semakin tinggi dan dampaknya semakin parah.
Untungnya semakin besar energi yang dimiliki meteor, semakin langka ia
menabrak Bumi.
Dalam separuh
perjalanannya dalam atmosfer, meteor mendapatkan geseran (drag) atmosfer
yang bisa menghabisi seluruh meteor bila ukurannya kecil. Kecepatannya
melambat seiring bertambah padatnya atmosfer. Tekanan stagnasi di ujung
depan (wajah) meteor akan meningkat dan berusaha mengkompres meteor dari
depan. Sementara itu tekanan di bagian ekor justru tidak ada sama
sekali. Pada gilirannya, tekanan ini melebihi kekuatan dari meteor dan
meteor mulai pecah. Bila diperhatikan baik-baik, kita mungkin melihat
meteor waktu malam meletup beberapa kali dalam trayeknya. Letupan ini
merupakan tahapan pelepasan satu demi satu tubuh meteor mulai dari yang
paling lemah. Bagian meteor yang paling kuat dan berhasil jatuh ke tanah
(meteorit) terlihat 10 kali lebih lemah daripada saat ia pecah. Saat
ini masih misteri mengapa kekuatan ini tidak sama.
Jadi
pada awalnya hanya ada satu meteor besar di luar atmosfer Bumi. Begitu
masuk ke Atmosfer, ia berubah menjadi rombongan jemaah meteor kecil.
Yang paling lemah di belakang, yang paling kuat di depan. Semakin dekat
ke permukaan mereka semakin ramai. Walau begitu ukuran mereka secara
total masih kurang dari ukuran awalnya, karena sebagian materi habis dan
energinya juga terlepas di udara. Ada dua jenis gerombolan meteor ini,
satu yang anggotanya terpencar seperti terompet bunga kembang sepatu.
Tipe kedua adalah gerombolan yang terfokus ke satu titik seperti alas
kerucut.
Mendekati bumi, meteor
terbesar dalam rombongan ini akan mengirimkan gelombang kejutnya ke
permukaan tanah. Gelombang ini adalah daerah di depan meteor dimana
terjadi dekompresi antara meteor dan atmosfer. Gelombang kejut ini
berlapis. Bagian terdepannya akan menghantam permukaan bumi dan
dipantulkan kembali. Akibatnya, gelombang pantul ini bertemu dengan
gelombang lapis kedua yang menyongsongnya. Terjadilah suara letupan yang
sangat nyaring.
Menyentuh Permukaan
Jatuh di Darat
Kawah
Bila
meteor berhasil tiba di permukaan Bumi, maka meteor tersebut akan
membentuk kawah. Besarnya (diameter dan kedalaman) kawah tergantung pada
kepadatan permukaan yang dihantamnya. Kawah yang dibentuk oleh meteor
di batuan lebih kecil dari kawah yang dibentuk meteor yang sama jika ia
jatuh di air. Tentu saja kawah yang terbentuk di air akan segera lenyap
sambil mengirimkan energinya dalam bentuk gelombang air ke segala arah.
Kawah
meteor dengan kawah gunung berapi beda. Kawah meteor memiliki
tanda-tanda bekas mengalami tekanan sangat tinggi. Batuan di cekungan
kawah yang besar akan membentuk lapisan lelehan (yang terjadi karena
batuan digencet dengan sangat cepat dan kuat). Pada kawah yang lebih
kecil, lelehan yang terbentuk bercampur dengan bresia.
Bola Api
Kompresi
kuat di permukaan bumi yang ditimpa pada saat tumbukan meningkatkan
suhu dan tekanan secara drastis di sekitar lokasi jatuhnya meteor. Bila
meteor jatuh dengan kecepatan lebih dari 12 km per detik, tekanan kejut
cukup besar untuk mencairkan seluruh meteor dan permukaan yang ditimpa.
Bila kecepatan lebih dari 15 km per detik, sebagian bahkan menguap. Uap
yang terjadi pada tekanan dan suhu sangat tinggi akan mengembang dengan
cepat dan inilah bola api yang muncul saat terjadi tumbukan meteor
dengan tanah.
Ukuran bola api ini
tergantung energi tumbukan tersebut. Semakin besar energi tumbukan,
semakin besar bola apinya. Bahan-bahan dapat terbakar bila terpaparkan
oleh bola api ini. Bila anda berada dalam bola api ini, yang pertama
kali terbakar adalah kulit anda, bukannya pakaian anda. Malahan, pakaian
merupakan bahan yang paling sulit terbakar. Urutan dari yang pertama
terbakar adalah tubuh manusia, pohon, kertas, rumput, papan dan
terakhir pakaian.
Gempa
Selain
di udara, dampak tumbukan terjadi juga di tanah. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh tumbukan menjalar dalam bentuk gelombang ke segara arah
dari lokasi tumbukan. Tentunya semakin jauh energinya semakin kecil.
Lontaran
Saat
penggalian kawah, material yang pada awalnya berada di dekat lokasi
tumbukan akan terlontar secara parabolik menjauhi lokasi tumbukan, atau
semata terseret saat terbentuknya kawah dan menjadi bagian bibir kawah.
Letupan
Bila gelombang kejut di tanah menghasilkan gempa, di laut menghasilkan tsunami,
maka di udara menghasilkan letupan. Letupan suara dari tumbukan 1
kiloton mampu meruntuhkan jembatan layang bila jaraknya 133 meter dari
lokasi kejadian. Gedung bertingkat dalam radius 400 meter akan rubuh
sementara bagi mereka yang berada pada radius 1.1 km, dampaknya adalah
pecahnya kaca jendela.
Jatuh di Air
Tumbukan
meteor justru dua kali lebih sering terjadi di air daripada di darat.
Hal ini terutama karena planet bumi sendiri 2/3 nya adalah lautan. Kawah
juga dapat terbentuk di dasar lautan tepat dilokasi tumbukan. Kawah ini
tentunya lebih kecil daripada kawah yang mungkin terbentuk oleh meteor
yang sama di darat. Hal ini karena sebelum mencapai dasar laut, meteor
akan diperlambat sekali lagi oleh lapisan air dan perlambatan ini
tergantung pada seberapa dalam air tersebut.
Bola
api dan letupan yang muncul tidak berbeda dengan yang terjadi di darat.
Air tidak berpengaruh pada dua dampak ini. Walau begitu, gempa akan
lebih kecil dan semakin kecil bila air tersebut dalam.
Ada
dampak lain yang unik bila meteor jatuh di air, yaitu tsunami.
Sayangnya, pengetahuan kita mengenai bagaimana mekanisme terjadinya
tsunami yang terbentuk oleh tumbukan meteor masih belum cukup. Akibatnya
tidak jelas bagaimana dampak tsunami tersebut bagi masyarakat di
pinggir pantai. Di satu pihak, ada ilmuan yang berpendapat tsunami
tersebut akan lebih tinggi dari kedalaman air yang dihantam meteor itu
sendiri. Di pihak lain, ada juga ilmuan yang berpendapat kalau tumbukan
demikian justru membuka celah di dasar laut sehingga gelombang tsunami
teredam (efek Van Dorn) dan tidak menghasilkan bahaya bagi penduduk di
pantai.
Simulasi
Mari
kita jatuhkan meteor raksasa di kota Bandung. Kita sendiri tinggal di
Jakarta. Pembaca yang tinggal di Bandung bisa membayangkan mengungsi ke
Jakarta sebentar sambil melihat meteor jatuh di Bandung. Jangan
khawatir kita akan membuat tiga kota Bandung. Dan tiga-tiganya akan kita
jatuhi meteor dengan kecepatan hantam yang sama, yaitu 20 km/detik dan
sudut masuknya juga sama yaitu 45 derajat.
Skenario 1 : Meteor sedang
Disini
kita menggunakan meteor yang pernah menciptakan kawah Barringer di
Arizona. Meteor ini memiliki diameter 40 meter dan merupakan asteroid
besi berkepadatan 8 ton per meter kubik. Ia akan jatuh di target endapan
berkepadatan 2.5 ton/meter kubik di Bandung, katakanlah Cibiru
Skenario 2 : Meteor Besar
Meteor
yang kita gunakan berdiameter 1.75 km. Tersusun dari batu dengan
kepadatan 2.7 ton/meter kubik. Target adalah kristalin berkepadatan 2.75
ton/meter kubik di Bandung, mungkin Kopo. Meteor ini adalah meteor yang
menyebabkan terbentuknya kawah Reis di Jerman.
Skenario 3: Meteor Raksasa
Ini yang memusnahkan dinosaurus di masa lalu. Diameternya 18 km. Targetnya juga kristalin. Katakanlah jatuhnya di Dago.
Tabel
berikut akan menunjukkan dampak ketiga skenario pada kita yang
mengungsi di Jakarta. Berdasarkan simulasi yang dijelaskan dalam Collins
et al, 2005. Btw I love Bandung koq
Ukuran Meteor (km) | 0.04 (besi) | 1.75 | 18 |
Persentase berkurangnya kecepatan saat memasuki atmosfer | 50 | Tidak berkurang | Tidak berkurang |
Energi tumbukan (Joule) | 1.3 x 1016 | 1.5 x 1021 | 1.65 x 1024 |
Energi tumbukan (Megaton) | 3.2 | 3.6 x 105 | 3.9 x 108 |
Selang kejadian (tahun untuk planet Bumi) | 1000 | 2.1 juta | 460 juta |
Diameter kawah (km) | 1.2 (sederhana) | 23.7 (kompleks) | 186 (kompleks) |
Radius bola api (km) | Tidak ada bola api karena kecepatan tumbuk yang rendah | 23 | 236 |
Waktu radiasi setelah tumbukan (detik) | Tidak ada bola api | 1.2 | Di dalam bola api |
Paparan panas (MJ/m2) | Tidak ada bola api | 14.8 | Di dalam bola api |
Kerusakan akibat radiasi panas | Tidak ada bola api | Luka bakar tingkat tiga (parah); banyak kebakaran | Di dalam bola api, semua terpanggang |
Waktu kedatangan gempa (detik) | 40 | 40 | 40 |
Kekuatan Gempa (skala Richter) | 4.9 | 8.3 | 10.4 |
Kekuatan Gempa (skala Mercalli) | I – III | VII – VIII | X – XI |
Waktu kedatangan awan batu (detik) | Debu diblokir oleh atmosfer | 206 | 206 |
Ketebalan awan batu (meter) | Tidak ada | 0.09 | 137 |
Diameter batu (cm) | Tidak ada | 2.4 | Di dalam bola api |
Waktu kedatangan letupan (detik) | 606 | 606 | 606 |
Tekanan letupan puncak (bar) | 0.004 | 0.80 | 77 |
Kecepatan angin maksimum (m/s) | 0.96 | 145 | 2220 |
Kerusakan akibat letupan | Tidak ada | Bangunan kayu dan yang tidak kokoh runtuh; jendela kaca pecah; 90% pohon tumbang | Hampir semua bangunan dan jembatan roboh; kerusakan dan kekacauan kendaraan; 90% pohon tumbang |
Saya
sudah berusaha menjauhkan diri dari godaan matematika dan rumus disini.
Tapi bila anda tertarik ingin mempelajari rumus-rumusnya sendiri, anda
bisa membaca artikel referensinya:
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar